BABI
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan sehari-hari baik di dalam kegitan pembelajaran maupun di luar, mahasiswa lebih banyak berurusan dengan kegiatan menyimak dibandingkan dengan kegiatan berbahasa lainnya terutama dalam menyimak aktif reseptif. Dapat dikatakan mulai bangun tidur sampai menjelang tidur, manusia termasuk mahasiswa itu berhubungan dengan menyimak. Segala informasi baik berupa ilmu maupun ide yang diterima mahasiswa pada umumnya melalui proses menyimak ini. Seperti yang dikatakan Wilt (dalam Tarigan, 1990:11) 42% waktu penggunaan bahasa tertuju pada menyimak. Dengan demikian, kemampuan menyimak seyogyanya dimiliki oleh mahasiswa Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Bengkulu.
Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima, hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50% Padahal diharapkan mahasiswa sebagai calon guru memiliki bekal dalam meyerap ilmu pengetahuan. Kemampuan menyimak pun sangat penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi. Sejalan dengan itu, KTSP menyebutkan bahwa salah satu aspek yang harus ada dalam pembelajaran baik di tingkat SMP/SMA adalah aspek menyimak/mendengarkan, selain dari berbicara, membaca, dan menulis.
BAB II
STRATEGI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK
DAN MENDENGARKAN
A. Meningkatkan Kemampuan Menyimak
Walaupun setiap manusia normal dilengkapi dengan potensi menyimak, belum tentu setiap orang menjadi penyimak yang baik. Karena dapat berpengaruh terhadap keberhasilan belajaranya sebagai calon guru. Lestening may be golden yang berarti dari menyimak itu kita akan memperoleh hal-hal yang bernilai tinggi, berharga, dan berguna.
Pengalaman penulis sebagai pengampu mata kuliah Menyimak diketahui bahwa kegiatan menyimak yang terencana dalam proses pembelajaran masih jarang penulis lakukan. Kegiatan yang dialakukan adalah pembahasan materi yang berhubungan dengan Menyimak lebih dominan daripada praktiknya. Kalaupun ada praktiknya mahasiswa hanya mendengarkan tentang lagu atau dibacakan wacana, mahasiswa diminta untuk menyimak dengan saksama. Setelah dosen selesai memperdengarkan bahan simakan, mahasiswa diminta untuk mengutarakan kembali secara lisan bahan yang disimaknya. Karena alasan waktu yang terbatas, tuntutan materi Menyimak, dan media simakan baik langsung atau tidak yang kurang memadai, mahasiswa yang mendapat kesempatan mengutarakan isi simakan hanya dua atau tiga orang. Kegiatan tersebut tidak dilanjutkan dengan kegiatan lebih jauh seperti mendiskusikan materi simakan dan mengecek pemahaman mahasiswa. Dengan demikian, tidak ada proses “meyiapkan” mahasiswa dalam kegiatan pramenyimak serta tidak dilakukan kegiatan analisis dan koreksi. Itu berarti secara teoretis menyimak mahasiswa dapat diandalkan, tetapi secara praktiknya masih jauh dari harapan sebagai calon guru dalam penerapan keterampilan menyimak bagi diri dan siswa nantinya.
Dalam kegiatan sehari-hari baik di dalam kegitan pembelajaran maupun di luar, mahasiswa lebih banyak berurusan dengan kegiatan menyimak dibandingkan dengan kegiatan berbahasa lainnya terutama dalam menyimak aktif reseptif. Dapat dikatakan mulai bangun tidur sampai menjelang tidur, manusia termasuk mahasiswa itu berhubungan dengan menyimak. Segala informasi baik berupa ilmu maupun ide yang diterima mahasiswa pada umumnya melalui proses menyimak ini. Seperti yang dikatakan Wilt (dalam Tarigan, 1990:11) 42% waktu penggunaan bahasa tertuju pada menyimak. Dengan demikian, kemampuan menyimak seyogyanya dimiliki oleh mahasiswa Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Bengkulu.
Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima, hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50% Padahal diharapkan mahasiswa sebagai calon guru memiliki bekal dalam meyerap ilmu pengetahuan. Kemampuan menyimak pun sangat penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi. Sejalan dengan itu, KTSP menyebutkan bahwa salah satu aspek yang harus ada dalam pembelajaran baik di tingkat SMP/SMA adalah aspek menyimak/mendengarkan, selain dari berbicara, membaca, dan menulis. Keempat ini merupakan catur tunggal pada setiap pelaksanaan pembelajaran dilakukan. Hal itu akan menjadi sia-sia jika mahasiswa sebagai calon guru tidak dibekali dan mengalami bagaimana upaya meningkatkan kemampuan menyimak itu sendiri pada diri mahasiswa tersebut.
Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk. (1987:3) menyatakan bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana, mampu menghubungkan serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan menafsirkan makna yang terkandung dalam pesan lisan yang didiengarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tarigan (1990:58) menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing) saja, tetapi memerlukan kegiatan lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh si pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan dalam menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat. Kegiatan selanjutnya dalam proses menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating). Pada kegiatan ini si penyimak menilai gagasan baik dari segi keunggulan maupun dari segi kelemahannya. Kegiatan akhir yakni menanggapi (responding). Pada tahap akhir ini penyimak menyembut, mencamkan, menyerap, serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh sipembicara.
Pada sisi lain, kemampuan menyimak barulah dapat dikuasai setelah yang bersangkutan mengalamai latihan-latihan menyimak yang terarah, berencana, dan berkesinambungan. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa tersebut ialah melalui proses pembelajaran menyimak. Akan tetapi, menurut Kencono (dikutip Chamadiah dkk. 1987:3) pembelajaran menyimak di perguruan tinggi ataupun di sekolah sering “dianaktirikan” atau sedikit sekali mendapat perhatian. Padahal, kemampuan meyimak sangat penting sebagai dasar penguasaan suatu bahasa.
Berdasarkan fakta tersebut, wajar saja bahwa kemampuan menyimak mahasiswa tahun 2006 masih kurang dengan nilai rata-rata 5,5 (Tes awal tahun 2006). Hal senada berdasarkan penelitian terhadap kemampuan menyimak mahasiswa di DKI Jakarta oleh Chamadiah dkk. (1987) juga masih kurang yaitu nilai rata-rata 5,8. Dilihat berdasarkan penelitian siswa yang pernah dilakukan tampaknya tidak terlalu jauh nilai rata-rata kemampuannya. Seperti yang dilakukan Nurhayati (2001) terhadap siswa SLTPN 1 Inderalaya dalam tes awalnya nilai rata-rata hanya 5,4. Begitu juga dengan Syafrin (1995), Milyan (1997), Hartati (1999), dan Nengsi (2001) dengan nilai rata-rata kemampuan menyimak siswa cukup.
Menyimak sebagai proses kegiatan mendengar lambang-lambang lisan dengan penuh pengertian, pemahaman, dan apresiasi serta informasi, menangkap isi dan memahami makna komunikasi yang disampiakan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 1990:28). Berdasarkan hal tersebut, menyimak berarti adanya keterlibatan proses mental, mulai dari proses mengidentifikasi bunyi, pemahaman dan penafsiran, serta penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran bunyi yang diterima dari luar.
Berdasarkan hal tersebut, dalam menyimak diperlukan suatu kemampuan khusus. Kemampuan ini berarti kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan (Poerwadarminta, 1984:628). Menyimak dapat juga diartikan sebagai memperhatikan baik-baik yang diucapkan atau dibaca orang (Pusbinbangsa, 1988:840). Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat dirumuskan kemampuan menyimak itu adalah kemampuan, kesanggupan, kecakapan, siswa menerima dan memahami apa yang diucapkan atau dibaca orang lain. Urias (1987:21) juga memperjelas bahwa kemampuan menyimak merupakan proses belajar mengajar dan pembentukan kebiasaan yang terus-menerus. Seperti yang kemukakan Bloom yang berhubungan dengan aspek kognitif di dalam menyimak dapat berupa kemampuan menyimak tingkat ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi (Nurgiantoro, 1995:237).
Kegitan menyimak yang baik menyangkut sikap, ingatan, persepsi, kemampuan membedakan, intelegensi, perhatian, dan motivasi yang harus dikerjakan secara integral dalam tindakan yang optimal pada saat kegiatan menyimak berlangsung baik menyimak intensif maupun ekstensif. Menyimak intensif adalah menyimak yang diarahkan pada suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol pada suatu hal tertentu baik dari program pengajaran bahasa maupun pemahaman serta pengetahuan umum secara kritis, konsentratif, kretaif, eksploratif interogatif, dan selektif, berbeda dengan menyimak ekstensif. Untuk melaksanakan dan mengoptimalkan kemampuan menyimak mahasiswa tersebut, salah satu pendekatannya adalah pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual (Contectual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara penetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya pada kehidupan mereka sebagai calon guru. Adapun kata kunci CTL ini adalah real word learning, mengutamakan pengalaman nyata, mahasiswa aktif, kritis dan kreatif, pengetahuan berpusat pada mahasiswa, pengetahuan bermakna dalam kehidupan yang dekat dengan kehidupan yang nyata, terjadi perubahan perilaku, mahasiswa praktik bukan menghapal, learning bukan teaching dan pendidikan bukan pengajaran, pembentukan manusia, memecahkan masalah, mahasiswa acting guru mengarahkan, dan hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya melalui tes. Dengan cara ini kemampuan menyimak mahasiswa dapat ditingkatkan.
Ada tujuh prinsip pendekatan kontekstual, yaitu konstruktivisme (pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas), menemukan (pengalaman sendiri), bertanya (mendorong, membimbing, dan menilai dalam menggali, mengonfermasi, dan mengarahkan baik antarmahasiswa, dosen dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen maupun mahasiswa dengan orang lain yang didatangkan dalam pembelajaran/narasumber masyarakat belajar (kerjasama), pemodelan, refleksi, (respon terhadap kejadian/aktivitas), dan penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003:11-12).
Untuk meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Bengkulu, dapat dilaksanakan pembelajaran kontekstual dengan menghendaki proses pramenyimak, rekonstruksi, analisis, dan koreksi dengan tidak mengabaikan tahapan proses menyimak yaitu tahap mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi, memahami, menilai, dan menanggapi. Kegiatan rekonstruksi dan analisis serta koreksi dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga mahasiswa terlibat secara aktif dalam proses tersebut. Adapun bahan simakan yang bisa diperdengarkan yaitu bahan simakan berupa berita di radio maupun di televisi, musikalisasi puisi, puisi, lagu yang puitis, cerpen, sinopsis novel, dan percakapan serta kemampuan kebahasaan dan sastra lainnya.
Jika hal tersebut sudah dilakukan dengan baik, baik secara teoretis maupun pratiknya, mahasiswa akan dapat meningkatakan kemampuan menyimaknya dengan baik serta mengembangkan diri dalam pembelajaran di sekolah nantinya. Selain itu, mahasiswa harus mendapat bimbingan dosen dan tenaga pendidikan yang lain untuk dapat berpikir dengan cerdas, membentuk perilakunya, memilah dan memilih, serta membangun pribadinya sehingga suatu saat menjadi guru yang profesional pada bidangnya
Kemampuan menyimak (mendengarkan) dapat ditingkatkan dengan mengembangkan kebiasaan secara sadar yang membedakan antara pendengar yang efektif dan yang tidak. Strategi yang dapat dilakukan setiap individu dalam meningkatkan kemampuan menyimak (mendengarkan) dapat dilakukan melalui cara-cara seperti terlihat dibawah ini,antara lain :
1) Mengetahui kelebihan pembicara dalam subjek yang merupakan sesuatu yang belum pernah diketahui oleh audiens.
2) Bersikap netral agar dapat mengurangi dampak emosional terdapat sesuatu yang disampaikan, dan dapat menahan sikap menolak sampai seluruh pesan di dengar.
3) Mengatasi gangguan dengan menutup pintu atau jendela dan lebih mendekati pembicara
4) Mendengar konsep dan pokok pikiran, serta mengetahui perbedaan antara ide, dancontoh, bukti dan argumen.
5) Meninjau ulang pokok pembicaraan.
6) Tetap berpikir terbuka dengan mengajukan pertanyaan yang mengklarifikasikan pemahaman.
7) Tidak menyela pembicaraan.
8) Memberikan umpan balik (feed back )
9) Mengevaluasi dan mengkritisi isi pembicaraan, bukan pembicaranya.
10) Membuat catatan tentang pokok pembicaraan.Selain yang sudah disebutkan diatas, untuk meningkatkan kemampuan menyimak (mendengarkan) secara efektif, tingkat penerimaan informasi diidentifikasikan dalam empattahapan yang dapat membantu pengukuran efektivitas menyimak
B. Konsep Mendengarkan
1) Pengertian Mendengarkan
Menurut Burhan (1971:81) “Mendengarkan adalah suatu proses menangkap, memahami, dan mengingat dengan sebaik- baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.” Dalam konsep tersebut terdapat tiga tahapan proses mendengarkan. Ketiga tahapan proses mendengarkan itu adalah sebagai berikut.
a.Tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
b. Tahap memahami dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
c. Tahap mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya. Tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya merupakan tahapan awal. Tahap ini sangat penting untuk menentukan keberhasilan mendengarkan. Pada tahap ini dibutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi, agar hasil dengaran sesuai dengan apa yang disampaikan oleh orang lain kepadanya. Selanjutnya, hasil dengaran tersebut harus dipahami, lalu diterjemahkan dengan kata-kata sendiri dengan tujuan agar mudah diingat. Oleh karena itu, tahapan berikutnya adalah mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
2) Tujuan Mendengarkan
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkomunikasi lisan dengan orang lain untuk berbagai tujuan. Dalam komunikasi tersebut kita akan menyampaikan dan menerima informasi. Proses menyampaikan informasi secara lisan disebut berbicara. Sedangkan proses menerima informasi disebut mendengarkan. Tujuan orang melakukan mendengarkan bermacam-macam.Tarigan, (1981:14) menjelaskan tujuan mendengarkan adalah untuk:
a. memperoleh informasi yang ada hubungannya dengan profesi,
b. meningkatkan keefektifan berkomunikasi,
c. mengumpulkan data untuk membuat keputusan,
d. memberikan respon yang tepat. Selain itu, Tarigan (1972: 42) menjelaskan tujuan lain dari mendengarkan yaitu untuk:
a. memperoleh pengetahuan secara langsung atau melalui radio/ televisi, Pembelajaran Mendengarkan – KKG 6
b. menikmati keindahan audio yang diperdengarkan atau dipagelarkan,
c. .mengevaluasi hasil dengaran,
d. mengapresiasi bahan dengaran agar dapat menikmati serta menghargainya. Tujuan Mendengarkan Menurut Standar Isi Dalam Permen no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi terdapat tujuan mendengarkan bagi siswa sekolah dasar. Tujuan tersebut terimplisit dalam Standar Kompetensi. Untuk mengetahui tujuan mendengarkan bagi siswa sekolah dasar, berikut ini penulis kutipkan standar kompetensi di atas. Standar Kompetensi
1. Mendengarkan penjelasan tentang petunjuk denah.
2. Mendengarkan pengumuman dan pembacaan pantun
3. Memahami penjelasan narasumber dan cerita rakyat secara lisan
4. Memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan
5. Memahami teks dan cerita anak yang dibacakan
6. Memahami wacana lisan tentang berita dan drama pendek
Berdasarkan standar kompetensi di atas dapat dijelaskan tujuan pembelajaran mendengarkan bagi siswa sekolah dasar adalah untuk memahami:
a. penjelasan tentang petunjuk denah,
b. pengumuman,
c. pantun,
d. penjelasan narasumber,
e. cerita rakyat,
f. cerita tentang suatu peristiwa
g. cerita pendek anak,
h. wacana lisan,
i. berita
j. drama pendek. Pembelajaran Mendengarkan
3) Jenis-Jenis Mendengarkan
Tarigan membagi jenis mendengarkan atas dasar proses mendengar yang diperoleh dari dua jenis yaitu
(a) mendengarkan ekstensif,
1. Mendengarkan Ekstensif Mendengarkan ekstensif adalah proses mendengarkan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: mendengarkan siaran radio, televisi, percakapan orang di pasar, pengumuman, dan sebagainya. Ada empat jenis kegiatan mendengarkan ekstensif yang meliputi mendengarkan sekunder, sosial, estetika, dan pasif.
2. Mendengarkan sekunder Mendengarkan sekunder adalah proses mendengarkan yang terjadi secara kebetulan. Misalnya, seseorang sedang membaca suatu bacaan sambil mendengarkan percakapan orang lain, siaran radio, suara televisi, atau yang lainnya.
3. Mendengarkan sosial Mendengarkan sosial adalah proses mendengarkan yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sosial atau di tempat umum seperti di pasar, terminal, stasiun, kantor pos, atau di tempat yang umum lainnya.
4. Mendengarkan estetika Mendengarkan estetika atau mendengarkan apresiatif yaitu proses mendengarkan untuk menikmati dan menghayati keindahan misalnya; mendengarkan pembacaan puisi, rekaman drama, cerita, lagu, dan yang sejenisnya.
5. Mendengarkan pasif Mendengarkan pasif adalah proses mendengarkan suatu yang dilakukan tanpa sadar. Misalnya, kita tinggal di suatu daerah yang menggunakan bahasa daerah. Sedangkan kita sendiri menggunakan bahasa nasional. Setelah beberapa lama tanpa disadari kita dapat mampu menggunakan bahasa daerah tersebut. Kemampuan menggunakan bahasa daerah tersebut dilakukan tanpa sengaja dan tanpa sadar. Tetapi, kenyataannya orang tersebut mampu menggunakan bahasa daerah dengan baik. Pembelajaran Mendengarkan – KKG 8
(b) Mendengarkan Intensif
Mendengarkan intensif adalah proses mendengarkan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan konsentrasi yang tinggi untuk menangkap, memahami, dan mengingat informasinya. Kamidjan dan Suyono, (2002: 12) menjelaskan ciri-cirinya sebagai berikut. Mendengarkan intensif adalah mendengarkan pemahaman yaitu proses mendengarkan dengan tujuan untuk memahami makna pembicaraan dengan baik. Berbeda dengan mendengarkan ekstensif yang lebih menekankan pada hiburan, kontak sosial, dan sebagainya. Mendengarkan intensif memerlukan konsentrasi tinggi yaitu pemusatan pikiran terhadap makna pembicaraan. Cara yang dapat dilakukan agar kita dapat mendengarkan dengan konsentrasi yang tinggi adalah kita harus mampu menjaga pikiran agar tidak terpecah dan perasaan agar tenang, serta menjaga perhatian agar terpusat pada makna pembicaraan serta menghindari berbagai hal yang dapat mengganggu.
4) Tahapan Mendengarkan
Tarigan, menjelaskan tahapan-tahapan mendengarkan yaitu tahapan mendengarkan, memahami, menginterpretasi, dan tahap mengevaluasi. Tahap mendengarkan merupakan tahap mendengarkan pembicaraan. Tahap memahami adalah tahap memahami isi pembicaraan. Tahap menginterpretasi adalah tahap menafsirkan isi yang tersirat dalam pembicaraan. Tahap mengevaluasi tahap menerima pesan, ide, dan pendapat yang disampaikan oleh pembicara yang selanjutnya menanggapinya.
5) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mendengarkan
Tarigan, (1986: 99-107) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan mendengarkan yaitu faktor fisik, psikologis, pengalaman, sikap, motivasi, jenis kelamin, dan yang lainnya. Telinga yang kurang sehat karena penyakit atau ketuaan akan mempengaruhi proses mendengarkan. Begitu juga bila kita berprasangka buruk atau kurangnya simpati terhadap pembicara; egois terhadap masalah pribadi; berpandangan sempit terhadap isi pembicaraan; kebosanan atau kejenuhan yang menyebabkan tidak adanya perhatian terhadap pokok pembicaraan; dan sikap tidak senang terhadap pembicara akan mempengaruhi proses mendengarkan. Seseorang yang memiliki pengalaman yang luas terhadap isi pembicaraan dan ditambah dengan penguasaan kosa kata yang lebih akan dapat melakukan proses mendengarkan dengan baik. Sikap sikap menerima atau sikap menolak akan mempengaruhi proses mendengarkan. Orang akan bersikap menerima pada hal-hal yang menarik dan menguntungkan baginya, tetapi ia akan bersikap menolak pada hal-hal yang tidak menarik dan tidak menguntungkan baginya. Kedua hal ini memberi dampak pada pendengar yaitu dampak positif Pembelajaran Mendengarkan dan negatif. Apabila seseorang yang memiliki motivasi yang kuat untuk mengerjakan sesuatu, maka dapat diharapkan hasilnya sangat memuaskan. Begitu pula halnya dengan mendengarkan. Dalam proses mendengarkan kita melibatkan sistem penilaian diri. Bila kita menilai bahwa isi pembicaraan itu berharga bagi kita, maka kita akan bersemangat mendengarkannya. Gaya mendengarkan seorang pria berbeda dengan gaya seorang perempuan. Gaya mendengarkan seorang pria pada umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, analitik, rasional, keras kepala atau tidak mau mundur, mudah dipengaruhi, mudah mengalah dan emosional. Sedangkan gaya mendengarkan seorang perempuan pada umumnya bersifat pasif, lembut, tidak mudah dipengaruhi , mengalah, dan tidak emosi. Oleh karena itu, jenis kelamin dapat mempengaruhi proses mendengarkan
BAB III
KESIMPULAN
ü Menyimak adalah Menyimak sebagai proses kegiatan mendengar lambang-lambang lisan dengan penuh pengertian, pemahaman, dan apresiasi serta informasi, menangkap isi dan memahami makna komunikasi yang disampiakan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
ü Mendengarkan ialah suatu proses menangkap, memahami, dan mengingat dengan sebaik- baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
ü Tujuan mendengarkan adalah:
a. memperoleh informasi yang ada hubungannya dengan profesi,
b. meningkatkan keefektifan berkomunikasi,
c. mengumpulkan data untuk membuat keputusan,
d. memberikan respon yang tepat.
ü Jenis-jenis mendengarkan ialah:
(a) mendengarkan ekstensif
(b) Mendengarkan Intensif
ü Tahap mendengarkan merupakan tahap mendengarkan pembicaraan.
ü Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mendengarkan adalah:
a. faktor fisik,
b. psikologis,
c. pengalaman,
d. sikap,
e. motivasi,
f. jenis kelamin, dan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar